REFLEKSI-REVITALISASI MAKNA HARI
BUKU SEDUNIA
Oleh: Fitra Riyanto
Setiap tahun, 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Perayaannya
memang tidak besar-besaran dan meriah (biasanya), namun lebih pada “memaknai”
dan sebagai upaya menumbuhkan dan meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia.
Penentuan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional sendiri merupakan ide
Menteri Pendidikan dari Kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fadjar sejak 2002.
Di hari tersebut, juga bertepatan dengan peringatan pendirian Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) di Jakarta pada 17 Mei 1980.
Penetapan Hari Buku Nasional diharapkan mampu memacu minat baca
masyarakat Indonesia, sekaligus menaikkan penjualan buku. Pasalnya, di
Indonesia, rata-rata hanya 18 ribu judul buku yang dicetak setiap tahunnya.
Jumlah tersebut jauh berbeda dengan negara lainnya, seperti Jepang dengan 40
ribu judul buku per tahun dan China dengan 140 ribu judul per tahun (Menurut
Okezone).
Selain Hari Buku Nasional, terdapat juga Hari Buku Sedunia yang jatuh
setiap 23 April. Tepatnya 23 April 1995, UNESCO menetapkan 23 April sebagai
Hari Buku Sedunia dan Hari Hak Cipta Sedunia. Ternyata tanggal 23 April adalah
hari lahir dan kematian beberapa penulis terkenal. Seperti: Wiliam Shakespeare,
kematian Miguel de Cervantes, Inca Garcilaso de la Vega dan Josep Pla, dan
kelahiran Maurice Druon, Manuel Mejia Vallejo dan Halldor Laxness. (Baca: CNN
Indonesia).
Membaca buku, dangan membaca person dapat membuka dunia, dengan membaca, person dapat mengetahui hampir apapun yang ia ingin ketahui tanpa
pergi ke suatu tempat tentunya. Karena pembaca dapat mengetahui segala
informasi yang dibutuhkan dari buku-buku yang ditulis oleh para penulis
profesional di bidangnya masing-masing.
Menilik dari fakta kekinian, banyak orang yang sudah tidak lagi perduli
dengan dunia Literasi mereka lebih
senang dengan dunia yang pada basicly nya
hanya akan menimbulkan berbagai tafsiran-tafisiran subjektif, lebih senang
dengan mengkritik tanpa dasar (acuan buku), dan lebih senang dengan
“manstrubasi” intelektual/diskusi. Yang bilamana budaya ini terus berlanjut
akan menyebabkan Generasi Emas 2045 hanya ilusi dan angan-angan saja.
Bahkan lebih sering pula waktu dihabiskan untuk beraktivitas yang tidak
produktif seperti sering bermain ps, menonton, dsb. Satu sisi bisa saja
memberikan dampak positif dan bermanfaat. Namun di sisi yang lain, jika
berlebihan akan mendatangkan dampak negatif dan menyia-nyiakan waktu. Berapa
jam, berapa ratus menit, dan mungkin berapa juta detik waktu ia sia-siakan
dengan menonton dan bermain yang hanya nafsu kesenangan.
Karena dalam hidup disadari atau tidak kita berkompetisi untuk menjadi
manusia yang berguna dan sukses diakhir masa, bilamana waktu yang kita pakai
hanya untuk kesenangan sesaat, sementara kompetitor lainnya terus berlari
membaca, membaca dan membaca, menghabiskan ribuan jam untuk meningkatkan
kualitas diri. Lantas apa jadinya kita?
Di negara-negara maju pun sudah terbukti bahwasannya kebudayaan baca
yang ada dalam suatu masyarakat di suatu negara tersebut memiliki andil yang
besar dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas mutu pendidikan pun tentunya
akan berpengaruh pada kemajuan suatu negara dalam waktu yang relatif cepat.
Terlebih pada lingkungan sekolah, bagi peserta didik membaca itu adalah “makanan
otak”, di mana dengan membaca meraka akan dapat lebih meningkatkan pemahaman
terhadap suatu pembelajaran sekaligus dapat mengembangkan serta memperluas
wawasan pengetahuan yang lebih berkualitas dan komprehensif.
Melalui momentum ini, mari budayakan membaca buku, membaca untuk
perubahan diri yang lebih baik, urgensi membaca sangat gambling jika
dipaparkan, Sebagai salah satu wujud untuk memperingati hari buku sedunia mari
kita ingat sejenak dan mari kita realisasikan apa yang telah kita peringati hari ini agar tidak
menjadi sebatas pengingat belaka . walaupun eksistensi hari buku sedunia tidak
se-eksis hari Kartini atau hari bumi pada sebelumnya. Mari kita mulai dari
pertanyaan dasar, berapa buku yang sudah kita baca? Berapa buku yang sudah kita
tamatkan?
Sebagian orang terkadang masih salah kaprah mengartikan bahwa buku
adalah sebagai pengisi waktu luang, namun yang benar adalah menjadi pengikat
manusia dengan kebudayaan .
Selamat Hari Buku Dunia,
semoga kita dapat mengambil hikmah dan merevitalisasi kembali budaya-budaya
literasi.
Source image: Ketemulagi.com
Komentar
Posting Komentar