Ki Hadjar Dewantara: (Refleksi) Melawan Problem Kekininan.


Seabad Kebangkitan Nasional, Gempuran globalisasi sebagai anak kandung neoliberalisme dengan sisi negatifnya praktik ekonomi kapitalistis memperparah keadaan pasca-reformasi. Kesenjangan kelompok kaya dan miskin, yang memperoleh akses informasi dan bahkan tidak sama sekali memperolehnya, upaya gencar pemberantasan korupsi yang eloknya-dibarengi semakin masifnya korupsi jua, pilkada atas nama otonomi yang semua berakhir ricuh, dan seterusnya menandai suasana serba kontras yang memunculkan kekhawatiran failed country (negara yang gagal).
Setelah 71 tahun merdeka "Pendidikan belum tuntas mengikis belenggu berpikir, dan kasaranya masih sebagai bangsa yang terjajah. Dalam beberapa hal justru pendidikan melahirkan belenggu-belenggu dan polemik baru pada faktanya. Belenggu gaya hidup konsumtif, belenggu berpikir, dan berprilaku gaya asing (westrenisasi) dsb yang disebabkan akan kurangnya pemahaman mengenai basic khitah budaya dan kebudayaannya, sejarah bangsa yang (ter)dilupakan, lalu di’sempurnakan’ dengan prilaku individualitas menjadi suatu momok besar dalam mencetak manusia yang benar-benar manusia yang mana pendidikan justru mengasingkan dari realitas bangsa Indonesia sendiri.
Pendidikan saat ini memiliki segudang persoalan; mulai dari wajah pendidikan yang berwatak pasar yang menyebabkan hilangnya daya kritis peserta didik terhadap persoalan bangsanya, hingga pemosisian lembaga pendidikan sebagai sarana menaikan starata sosial dan ajang mencari ijazah belaka bukan pada esensi Ilmu Pengetahuan itu sendiri. Peranan pendidikan, yang sejatinya untuk pembangunan bangsa, telah didisorientasikan oleh kekuasaan guna kepentingan kapital semata. Lantas bagaimana polemik yang kompleks dan sangat urgent ini bisa  terselasaikan?
Memoar Ki Hadjar Dewantara gigih berjuang untuk memajukan pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari penjajahan Belanda. Beliau memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mendidik dan mengajar, sehingga kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922. Menurut tujuan dari konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa semua kaum pribumi (warga negara) Indonesia harus berpendidikan, bahkan harus maju tingkat pendidikannya agar bangsa Indonesia bisa merebut kemerdekaan, tidak ditindas oleh bangsa lain, dan tidak dijajah oleh bangsa lain dalam bentuk penjajahan apa pun.
Dalam belajar Ki Hajar Dewantara menerapkan teori TRIKON yaitu: Kontinyu, Konvergen dan Konsentris. Teori ini telah dipraktekkan sejak menuntut ilmu di Belanda. Ilmu pendidikan barat disaringnya dan yang bermanfaat di aplikasikan akan tetapi tetap berpijak pada akar budaya tanah air sehingga konsep tentang Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang berakar ke dalam budaya nusantara.
Pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara juga tidak kalah dengan pemikiran dan teori pendidikan modern. Misalnya, Ki Hadjar Dewantara jauh lebih dulu mengenalkan konsep Tri-Nga yang terdiri dari Ngerti (kognitif), Ngrasa (afektif) dan Nglakoni (psikomotorik) dari Taxonomy Bloom (cognitive, affective, psychomotor) yang terkenal. (baca: sindonews)
Konsep isi pendidikan secara umum harus relavan dengan garis hidup untuk mencerdaskan rakyat, berkesinambungan dengan budaya dan dapat mengangkat harkat-martabat bangsa. Untuk memperkuat ruh pendidikan sebagai penguatan kebangsaan, maka konsep pengembangan pendidikan harus senafas dengan nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat tentu melibatkan unsur masyarakat dalam pengelolaanya, karena out put atau goals yang dihasilkanya pun harus menjadi pioner minciptakan person yang bersejarah, berkebudayaan, dan peradaban bangsa yang lebih besar.
Melalui pemikiran secara mendalam dan mengamalkan tinjauan dari aspek historis dan konsep dari tujuan pendidikan nasional yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara dapat sekiranya dapat ‘mensintesis’ polemik-polemik yang ada. Mengapa Tujuan Pendidikan Nasional yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara relevan untuk ‘mensintesis’ polemik yang ada? Dalam konsepan Tujuan Pendidikan Nasional sendiri adalah membentuk Bangsa Indonesia yang berpikir, berperasaan dan merdeka. Selain itu, membentuk bangsa Indonesia berbudi luhur yang merdeka, mandiri dan swadaya, dalam lingkungan yang bernafaskan kebangsaan dan kebudayaan. Karenanya, konsep pendidikan harus menerapkan pendidikan yang ‘membimbing’ (among) melalui keteladanan (ing ngarso sung tulodo), penyemangatan (ing madyo mbangun karso) dan pemberdayaan (tut wuri handayani) sangat relevan untuk menjawab masalah dewasa ini.
Dengan pengajaran yang berakar pada aspek-aspek nilai-nilai budaya tentunya akan menghasilkan suatu kesinambungan dengan yang diajarkan. Hakekat Pendidikan dan Pengajaran Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik.
Di samping itu, Pengajaran yang tidak berdasarkan semangat kebudayaan dan hanya mengutamakan intelektualisme dan individualisme yang memisahkan satu orang dengan orang lain hanya akan menghilangkan rasa keluarga dalam masyarakat di Seluruh Indonesia yang sesungguhnya dan menjadi pertalian suci dan kuat serta menjadi dasar yang kokoh untuk mengadakan hidup tertib dan damai. Tiga butir penting Pengajaran Rakyat menurut Ki Hadjar: Pertama Pengajaran rakyat harus bersemangat keluhuran budi manusia, oleh karena itu harus mementingkan segala nilai kebatinan dan menghidupkan semangat idealisme. Kedua, Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti, jaitu masaknya jiwa seutuhnya atau character building. Ketiga, Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kekeluargaan , yaitu merasa bersama-sama hidup, bersama-sama susah dan senang, bersama-sama tangung jawab mulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Jangan sampai di sistem sekolah umum sekolah menjauhkan anak dari alam keluarganya dan alam rakyatnya, Maka, Ki Hadjar menekankan agar dalam pendidikan memperhatikan Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kemanusiaan, Kebudayaan, Kebangsaan
Di sinilah relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan: mencerdaskan kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter kemanusian yang cerdas dan beradab. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali pendidikan dan kebudayaan nasional yang telah diporak-porandakan oleh kepentingan kekuasan dan neoliberalisme.
Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian.
Kita sebagai generasi bangsa yang telah diwarisi suasana merdeka berkat perjuangan para pahlawan hendaknya pandai bersyukur atas kenikmatan dari Tuhan berupa kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Mari seluruh warga Negara Indonesia bersyukur dengan membuktikan diri mau mengisi kemerdekaan ini dengan segala perbuatan yang terpuji, dengan beramal ilmiah dan berilmu amaliah agar tujuan pendidikan nasional bisa tercapai sesuai cita-cita Ki Hadjar Dewantara.
Wallahualambissawab..
Oleh: Fitra Riyanto, Ilmu Sejarah UNAIR 2016

REFERENSI TERKAIT
Ki Hadjar Dewantara. 1952. Dari kebangunan nasional sampai proklamasi kemerdekaan. Djakarta: Pustaka Endang.
Surjomihardjo, Abdurrachman. 1986. Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa dalam sejarah Indonesia modern. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Prof. dr. M Sardjito, Penganugerahan Dr HC Ki Hadjar Dewantara, UGM, Sri Manganti, 1956.
http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/870818/big/083609400_1430971931-header.jpg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudah Benarkah Kritik Kita?