Ada Karet di Fakultasku
Pernahkah kalian terlambat atau ngaret dalam menghadiri suatu acara? Terlambat kerja, terlambat masuk kampus dan terlambat menghadiri rapat merupakan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sering di lakukan oleh kalangan bawah hingga kaum akademisi. Saya punya teman satu fakultas saya yang sangat lelet dan tiap hari terlambat ke kampus. Sungguh luar biasa bila dia terlambat, bukan satu atau dua menit tetapi 30 menit bahkan 1 Jam dia bisa telat, luar biasa bukan?
Ngaret adalah istilah untuk ketidaktepatan waktu, atau bisa dikatakan terlambat karena mengulur-ulur waktu atau malas. Kebiasaan terlambat memang bukan hal yang aneh lagi dilingkungan kita dan biasanya kita sangat akrab dengan istilah “jam karet” Jam karet adalah istilah yang merujuk kepada konsep “elastisitas” waktu, dimana sebuah waktu yang telah ditentukan bukan merupakan suatu yang pasti melainkan suatu yang dapat diundur (dianalogikan dengan direnggangkan atau diulur seperti karet). Istilah jam keret pun sekan sudah menjadi suatu budaya tersendiri khususnya fenomena yang saya lihat di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga.
Kebiasaan ngaret ini sudah menjadi darah daging, dilihat dari kaum akademisinya baik mahasiswa maupun dosen meskipun tidak semua, sangat seringkali terlambat ketik proses KBM, dilihat bukan dari telat bangun atau ada sesuatu hal yang urgent untuk pergi. Namun ada sebab lain seperti malas cepat datang ke kampus karena di anggap jaraknya dekat dengan rumah atau menyibukan diri dengan gadget dan laptopnya (Mahasiswa) Sebab ini bersifat vital karena hal tersebut juga seringkali membuat orang malas untuk ontime. Dengan asumsi apa yang dilakukan kalau cepat datang? Mendingan santai-santai dulu atau istilah kekiniannya “Mager”. Ini merupakan suatu kebiasaan atau habit yang apabila tidak di pertegas dan di diberikan Punishment bagi si pelaku maka akan menjadi budaya, jika sudah menjadi budaya maka sulitlah untuk mengubahnya.
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya “Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan” Budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menghasilan suatu budaya tentunya budaya ngaret merupakan budaya negatif, beberapa dampak negatif yang dihasilkan dari budaya ngaret menurut hemat saya:
1. Rencana yang akan dilakukan menjadi berantakan.
Penundaan serta penguluran waktu yang dilakukan ketika ngaret tentu akan menyebabkan atau merusak schedule yang telah dibuat.
2. Mengakibatkan rasa gelisah atau stress.
Karena mungkin ada rasa bersalah dalam diri kita karena telah menyebabkan keterlambatan maka akan berakibat negative atau tidak menguntungkan terhadap diri kita sendiri.
3. Mengecewakan dan membosankan pihak lain.
Orang lain bisa kecewa, marah, dan bosan dengan tingkah kita yang tidak bisa memanfaatkan dengan baik dalam hal penggunaan waktu.
4. Mencemarkana diri sendiri dan nama baik bangsa.
Jika kita sering ngaret maka kita akan dicap sebagai seseorang yang tidak bisa tepat waktu otomatis jika seseorang melalaikan sesuatu maka tidak ada lagi kepercayaan pada dirinya sesuai dengan Teori Labeling.
Budaya ngaret mempunyai korelasi dengan sikap disiplin budaya ini juga tidak serta merta pure hanya kejadian sponanitas atau tidak ada motor penggeraknya akan tetapi ada faktor-faktor yang melatar belakangi kedisiplinan seseorang: Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin, antara lain:
1. Dari sekolah
Tipe kepemimpinan guru atau sekolah yang otoriter yang senantiasa mendiktekan kehendaknya tanpa memperhatikan kedaulatan siswa. Perbuatan seperti itu mengakibatkan siswa menjadi berpura-pura patuh, apatis atau sebaliknya. Hal itu akan menjadikan siswa agresif, yaitu ingin berontak terhadap kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi yang mereka terima. Guru yang membiarkan siswa berbuat salah, lebih mementingkan mata pelajaran dari pada siswanya. Lingkungan sekolah seperti: hari-hari pertama dan hari-hari akhir sekolah (akan libur atau sesudah libur), pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal yang kaku atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, dll.
2. Dari keluarga
Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang perhatian, ketidak teraturan, pertengkaran, masa bodoh, tekanan dan sibuk urusannya masing-masing.
Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal, lingkungan bising dan lingkungan minuman keras. Herbert J. Klausmeier (1975 : 427) mengemukakan bahwa “environmental factors often cited as influences upon student discipline behavior include : (1) the family situation, (2) the peer group, (3) television viewing, (4) the social-psychology climate of the school, and (5) teacher behaviors.” (faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku disiplin siswa meliputi : (1) situasi keluarga, (2) kelompok teman sebaya, (3) tontonan televisi, (4) iklim sosial di sekolah, dan (5) perilaku guru).
Dari uraian yang telah dikemukakan maka dapat diketahui bahwa lingkungan keluarga mempengaruhi terbentuknya sikap disiplin pada siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Oemar hamalik (2010 : 102) yaitu “situasi di dalam lingkungan keluarga besar pengaruhnya terhadap emosi, penyesuaian sosial, minat, disiplin dan perbuatan siswa di sekolah”.
Kemudian Syamsu Yusuf (2010:40) juga mengemukakan “lingkungan keluarga mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk disiplin, toleran dan bertanggung jawab.” Jadi faktor utama yang mempengaruhi pembentukan sikap disiplin pada siswa adalah faktor lingkungan keluarga sebab lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal anak.
Satu faktor penting penentu kesuksesan seseorang adalah disiplin diri. Mustahil seseorang bisa sukses tanpa memiliki disiplin diri yang kuat. Pengusaha sukses, olahragawan besar, pemusik terkenal sampai pengusaha-pengusaha sukses untuk kelas menengah, semuanya memiliki kesamaan untuk kesuksesan yang mereka dapatkan. Disiplin diri yang kuat, Apakah begitu sulit membangun disiplin diri? Sulit jika Anda tidak mengetahui cara mendisiplinkan diri. Mudah jika Anda mengetahui caranya, adapun tipsnya dengan cara sebagai berikut:
1. Memulai dengan suatu kebiasaan
Kebanyakan disiplin diri gagal diakibatkan banyakanya hal yang ingin dicapai sekaligus. Mereka tidak memahami, bahwa disiplin diri dibangun melalui tindakan nyata. Hal tersebut membutukan waktu dan proses agar bisa memiliki kebiasaan tersebut, Ketidaksabaran menjadi penyebab utama seseorang tidak bisa membangun disiplin diri, terutama atas apa yang mereka inginkan. Mereka langsung ingin melihat hasil nyata dari usaha yang mereka lakukukan. Mereka memiliki mental instan yang justru menghambat mereka mencapai sukses dalam hidup mereka.
2. Komitmen untuk memulai.
Memulai satu kebiasaan baru memang sangat sulit. Dibutuhkan waktu untuk bisa membuat kebiasaan ini benar-benar lebih mudah dilakukan. Semua ini tidak lain karena sifat pikiran. Sifat pikiran yang sulit untuk berubah, Kemudahan pembentukan kebiasaan ini hanya berhasil jika komitmen Anda diwujudkan dalam bentuk nyata tindakan. Untuk membentuk disiplin diri, Anda harus mau memulai tindakan. Tidak masalah seberapa besar usaha yang Anda berikan, mulailah untuk bertindak.
3. Bangun konsistensi
Ada pepatah “Aku bisa karena biasa”. Kunci untuk bisa bertindak secara konsisten adalah dengan mencintai dan menganggap penting apa yang kita lakukan. Ini akan membuat proses pendisiplinan diri bisa dilakukan jauh lebih mudah dan menyenangkan.
Dengan tulisan ini saya mengajak teman-teman Mahasiswa seperjuangan serta para Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga khususnya, umumnya seluruh Kaum Akademisi Indonesia untuk tepat waktu dalam melakukan kewajiban baik belajar, organisasi maupun pekerjaan. Karena disiplin merupakan refleksi kepribadian. Ilmu dan bakti kuberikan, adil dan makmur kuperjuangankan. Wallahualam bissawab.
Fitra Riyanto, Ilmu Sejarah 2016, Universitas Airlangga.
Fitra Riyanto, Ilmu Sejarah 2016, Universitas Airlangga.
Komentar
Posting Komentar